Minggu, 02 Juni 2013

Kandang Semangkon-ku, Paduan Panorama Eksotik Tanah Petani dan Laut Nelayan


Jemari hujan begitu setia mengetuk pintu jendela kamar segi empatku pagi ini. Air jernih mulai membelai atas yang telah lusuh dimakan usia, kemudian turun tergelincir  dari celah-celah dinding tembok putih rumahku dan meluncur indah ke pendaratan terakhir, yaitu tanah berbau segar menghidupkan suasana.

Setelah 2 jam menunggu, mentari mulai semangat menyapa kami. Kesejukan dan jejak air jernih masih terlihat jelas di antara bangunan-bangunan sederhana tempat dimana penghuni desa ini berteduh. Hawa dingin masih terasa saat aku membuka pintu jendela kamar saya, satu per-satu kaki mungil kulangkahkan menuju pintu rumahku yang berada di Desa Kandang semangkon, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan. Dari daun pintu yang telah terbuka, saya terpanah akan segerombolan manusia kokoh menuju arah selatan dengan cangkul sebagai teman setia dalam kesehariannya, mereka para petani yang tak ada rasa jenuh untuk mengolah hasil alam yang telah disediakan oleh Sang Kuasa. Dari langkah ke langkah mereka menyusuri tanah basah pagi ini dengan wajah yang cerah, setiap bertemu dengan sesama saudara di desa ini mereka saling menyapa dengan penuh ramah tamah, sungguh suatu kesejukan hati melihat suasana kekerabatan nan erat.

Tak lama kemudian kulanjutkan langkah kakiku ke halam rumah kemudian kususuri jalan desa yang sangat asri, di samping kanan kiri terdapat rumah para penduduk dengan banyak tanaman hijau yang seakan melambaikan tangannya padaku, mereka menyapa dengan ditemani hembusan angin yang begitu ramah membelai kain busanaku. Kulihat anak-anak kecil berlari kegirangan memainkan air jernih yang telah diturunkan dari tempatnya yang tinggi, betapa senangnya mereka. Puas aku menjamah jalan desa dengan menuju ke arah utara, mataku mengintip Laut yang maha luas yang di sampingnya terdapat pasir laut berpadu dengan batu alam yang menambah indah pemandangan Laut desaku. Aku berdiri persis di tepi laut itu, di atas pasir halus yang begitu empuk, labih empuk daripada sandal kesukaanku yang telah kutinggalkan di belakang punggungku. Tak hentinya aku memandang kagum lukisan indah hasil karya Sang Maha Pencipta. Di tempat itu, aku lagi-lagi mendapati pemandangan yang dapat mencuri perhatianku, perahu para nelayan yang berjajar rapi dengan warnanya yang sempurna berpadu dengan warna laut biru yang bersih. Kupandangi dalam-dalam para nelayan yang menunggangi perahu tersebut, kemudian bersama dengan ombak yang berhembus mereka memulai perjalanan mereka untuk mengeruk rejeki dari dalam dasar Laut.

Tak terasa matahari kembali menyapaku dengan pancaran sinarnya yang lebih tajam, Aku pun kembali ke Singgasana tempat aku dilahirkan. Lelah selama perjalanan mengintai indahnya desa, aku bergegas meracik teh hangat kemudian kulanjutkan untuk melihat keseuruhan suasana desa ke lantai dua rumah kecilku. Sesampainya aku di lantai yang kutuju, kupusatkan pandanganku ke Sofa hijau sebagai objek tempat aku akan menyandarkan tubuhku, ku letakkan tubuh lelah ini dengan menyeduh teh sambil memandangi keasrian kampung halamanku. Memang inilah Desaku, Desa Kandang Semangkon suatu anugrah tersendiri bagiku, bagaimana tidak, letaknya yang begitu strategis, desa agraris juga desa bahari sekaligus. Jika aku melihat ke arah selatan maka akan kudapati jalan raya pantura sebagai pemenggal wilayah tanah merah pertanian, kemudian jika pandanganku ku arahkan ke sebelah utara maka akan terpampang dengan jelas Laut yang begitu luas nan indah. Hati yang begitu damai tak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Kulanjutkan menyeduh teh hangatku dengan diselingi angin sejuk yang setia membelai tiap pori-pori kulitku.

5 komentar: